MENTORING



Temanggung, 26 Juni 2017
Masih bersambung dari cerita sebelumnya, yaitu ‘sebatas kenangan cinta tentang catatan kehidupan’. Sebuah cerita yang terlalu indah untuk diceritakan.. silakan membaca..

Setelah aku memutuskan untuk tinggal di sebuah kos islami, tepatnya di wisma tsabita, aku mulai menyesuaikan dengan semua jadwal yang ditetapkan.  Aku berusaha beradaptasi dengan wisma ini. Aku memaksakan kemampuanku agar aku nyaman dengan lingkungan ini. Akupun beusaha agar selalu bisa menaati segala peraturan dengan sungguh-sungguh. Di antaranya adalah tidak pulang melebihi jam malam, kecuali dengan izin syar’i, selalu menepati jadwal piket dan melaksanakannya dengan sungguh-sungguh, berusaha ikut dalam majelis sore, dan lain-lain. Namun ada salah satu hal yang paling susah untukku beradaptasi disana, yaitu ‘tinggal sekamar berdua’..

Dari awal yang menjadi pertimbangan membingungkan adalah tinggal sekamar berdua. Karena memang, anggota wisma diwajibkan untuk tinggal sekamar berdua dengan kakak tingkatnya, terutama untuk mahasiswa baru. Tujuannya agar bisa saling memberi contoh dan bisa menasehati dalam kebaikan. Selain itu, dengan sekamar berdua bisa lebih memantau si mahasiswa baru, tentang bagaimana ruhiyah islamiyahnya, tentang akademiknya, tentang cerita-cerita apapun di kampus dan lebih banyak lagi. Tapi sebenarnya, yang aku rasakan selama satu tahun ini lebih dari itu, aku mendapatkan arti ukhuwah islamiyah yang  belum pernah aku rasakan (simak di cerita-cerita selanjutnya )

Akupun menerima saja siapa yang akan menjadi teman sekamarku. Aku hanya bisa pasrah akan hal itu. Terlalu banyak stigma negatif saat itu. Hal utama yang aku pikirkan adalah bagaimana jika kelak aku tidak bebas dalam melakukan sesuatu. Karena di rumah, aku selalu memiliki kamar sendiri, aku merasa bebas melakukan apapun kala itu. Entah menulis, membaca, belajar, berangan-angan dan apapun itu tanpa merasa ada beban. Sekarang? Aku harus tinggal sekamar berdua dengan orang asing yang belum pernah aku kenal. Lantas bagaimana aku harus bersikap?. Ya sudahlah, aku hanya pasrah. Dannn setelah aku berbondong-bondong ke wisma dan membawa segala barang-barangku, aku diberi tahu bahwa “kakak itu” menjadi teman sekamarku. Aku sedikit lega, karena setidaknya aku pernah mengenalnya walaupun hanya lewat chatting. Walaupun tetap saja terasa canggung, tapi tak apalah, lama-lama juga terbiasa. 

“Kakak itu” adalah mahasiswa teknik lingkungan yang sebentar lagi akan sidang. Tetapi, karena masih banyak urusan di semarang, ia memutuskan untuk tetap tinggal di wisma ini. Sebagai partner kamar, pertama kali yang kakak itu lakukan adalah berta’aruf denganku. Ia menanyakan tentang SMAku, tentang keluargaku, tentang aktivitasku, tentang hal-hal yang perlu diceritakan. Dan akupun balik bertanya tentang dia dan tentang kehidupan kampus. Aku diberikan gambaran awal tentang kehidupan kampus yang jauh berbeda dari SMA. Aku bahkan diceritakan tentang banyak organisasi di kampus. “Kakak itu” memang sangat baik, selalu menceritakan pengalaman-pengalamannya dan selalu menjawab setiap keingintahuanku 

Suatu hari, aku ditanya oleh “kakak itu”, apakah aku pernah mentoring di SMA. Aku jawab iya.

Aku jadi ingat tentang kelompok mentoringku di Temanggung. Aku rindu dengan mareka. Mentoring yang kelompokku lakukan memang baru 2 tahun, tetapi kehangatan akan ukhuwah dan kedekatan dengan murobbi, membuatku ingin terus bersama mereka. Bagaimana tidak, dalam kondisi apapun, entah panas entah hujan deras, entah luang entah sibuk, entah senang ataupun susah, kelompokku selalu menyempatkan waktu sepekan sekali untuk melakukan mentoring. Canda tawa selalu menghiasi lingkaran ukhuwah ini. Asupan semangat dalam berjuang dalam jalanNya selalu kudapatkan dari kelompok ini.  Sebuah kelompok kecil yang berlandaskan iman dan taqwa kepada Allah memang terasa berbeda dari sekadar kelompok-kelompok lain yang berorientasi pada dunia.

Tetapi aku sadar, kebersamaan kita terbatas oleh ruang dan waktu. Masa SMA akan segera berakhir, dan itu artinya kelompok mentoring ini akan segera mengalami ujung dari pertemuan, artinya perpisahan akan kami rasakan... Sedih memang, rasanya ingin menghentikan putaran waktu dan terus menikmati indahnya suasana ini saja, tetapi tak dapat dipungkiri jarum jam akan terus berputar dan tangga kehidupan yang selanjutnya harus aku pijaki demi sebuah masa depan. Aku dan teman-teman selingkaranku harus ‘berpisah’ untuk mengejar cita-cita kita masing-masing, untuk belajar di kampus impian masing-masing. Yang selalu menjadi pedomanku adalah nasehat murobbiku “dimanapun dan menjadi siapapun kita, selalulah pegang prinsip-prinsip islam. Selalulah berusaha menebar kebaikan, karena berdakwah adalah kewajiban kita sebagai umat islam”. Aku selalu ingat akan hal itu..

Di sini ada juga mentoring yang sejenis dengan mentoring di SMA.  Bahkan mentoring sudah massive salah satunya terlihat dari kegiatan mentoring yang diwajibkan oleh Lembaga Dakwah Kampus. Bahkan di jurusanku, mentoring masuk nilai agama. Alhamdulillah. Aku bahagia akan hal ini. Karena artinya aku akan segera mendapat kelompok baru .. Hari itu benar-benar bersejarah. Dimana ketika alumni ADS dikumpulkan menjadi satu d sebuah taman. Sambutannya memang tidak disertai hingar-bingar tetapi kesederhanaan yang ada justru menjadikan pertanda bahwa kita akan berjuang bersama karena perjuangan itu tidak boleh berakhir. Masih teringat dengan jelas ketika perjalananku menuju taman itu, aku benar-benar tidak tau tempat saat itu. Bahkan tempat parkir motor aja nggak tau. Hehe Akhirnya aku dijemput “kakak itu” dan ditunjukkan tempat parkir yang benar. Hehhe Yang tak terlupakan lagi, ada sesi yaitu berkumpul dengan ADS tiap fakultas dan aku dapat bolfoin yang ada tulisannya kata-kata motivasi..

 Alhamdulillah jalan dakwah ini dipermudah olehnya. Aku dipertemukan dengan orang-orang yang sevisi denganku. 

Komentar